Tuesday, May 17, 2011

Dyson

James Dyson akan membenci ini, tapi pencapaian terbersarnya adalah mengubah vacuum cleaner menjadi sebuah symbol status – sebuah objek yang begitu diinginkan orang sehingga mereka bersedia membayar tinggi untuk mendapatkannya. Dyson, seorang insinyur dan penemu, niscaya lebih suka berpikir bahwa public menghargai kebrilianan teknis di balik penemuannya dan percaya – sebagaimana yang dia percaya sepenuhnya – bahwa penyedot debu para saingannya tidaklah berguna. James Dyson memang orang seperti itu.

Dyson, yang suatu saat pernah berpikir akan menjadi seorangaktor, mempelajari seni dan desain di British Royal College of the Arts. Dia tidak memiliki gelar teknik formal ketika bekerja untuk seorang teman yang menjalankan sebuah perusahaan teknik. Temannya itu menyadari bakat Dyson untuk menciptakan seauatu dan menempatkannya untuk menciptakan sebuah jenis perahu berlunas datar baru yang disebut Sea Truck. Dyson menambahkan seni penjualan pada bakatnya sebagai seorang desainer dan bias saja bekerja di perusahaan itu untuk selamanya. Tapi akhirnya dia keluar karena ingin mewujudkan mimpinya sendiri.

Dia membentuk sebuah perusahaan yang memproduksi kontrapsi yang disebut Ball-barrow, sejenis gerobak dorong plastic yang memakai bola pneumatic dan bukannya roda tradisional, meminimalkan kerusakan pada halaman rumput dan bias meluncur membelah lumpur tanpa kesulitan. Melalui iklan mini di lembar suplemen surat kabar, Dyson mengiklankan produk itu dengan harga tiga kali lipat lebih mahal daripada gerobak dorong konvensional yang sekalipun produk itu dengan ceoat merebut pasar domestic, kesuksesannya tidak seberapa. “Masalahnya,” tutur Dyson, “adalah pasar untuk gerobak dorong tidak terlalu besar. Idenya bagus, tapi uang yang dihasilkan tidaklah banyak.”

Pasa 1978 dia mengalihkan perhatiannya pada rincian sebuah barang rumah tangga lainnya, alat penyedot debu, karena dia merasa kesal ketika penyedot debu Hoover using miliknya tidak cukup kuat menghisap kotoran. Dyson menyimpulkan bila kantong debu penuh, motor pun akan kehilangan daya sedotnya. Alih- alih membeli model baru yang lebih baik – seperti biasanya orang lain lakukan – dia mulai memikirkan ulang soal factor mendasar sebuah penyedot debu. Setelah menyaksikan bagaimana sebuah kilang kayu local memakai system baling –baling raksasa untuk memisahkan kayu dari serbuk kayu, dia berpikir teknologi serupa dapat juga diterapkan pada penyedot debu. Dia membuat sebuah baling-baling mendasar dari karton kardus, memasangnya pada Hoover miliknya dan terperangah melihat bagaimana alat itu bekerja. Toh, alat itu masih membutuhkan penyempurnaan. Pada usia 30 tahun, berkeluarga dan memiliki anak, Dyson mengumpulkan 80 ribu dolar AS dengan menjual seblok tanah dan meminjam uang dari seorang teman, dn mengabdikan 3,5 tahun berikutnya untuknya membangun 5.127 prototipe, hidup dari gaji sang istri, Deidre, yang seorang guru dan melakukan penghematan besar-besaran di rumahnya.

“Saya punya banyak keraguan,” demikian dia mengaku. Tapi akhirnya dia menghasilkan sebuah desain yang disebutnya sebagai sebuah “baling-baling ganda”, mencapai tujuannya membuat mesin yang memakasi putaran udara untuk melemparkan debu ke dalam sebuah tabung dan bukannya ke kantong debu tradisional, sehingga daya sedotnya tidak akan pernah berkurang.

Ini seharusnya menjadi akhirdari kisahnya. Tapi ketika Dyson menawarkan prototipenya pada pabrikan-pabrikan besar di Inggris dan Eropa, tidak ada yang menginginkannya, menurut Dyson, terutama karena kehadiran prototype itu merupakan tamparan bagi kepakaran mereka – jika ada cara lebih baik untuk merancang penyedot debu, mengaoa bukan orang mereka yang menemukannya?

Potensi sukses dengan sebuah firma Amerika berujung pada bencana ketika firma itu mengkhianati perjanjian mereka dan mencuri rancangan Dyson, namun Dyson akhirnya berhasil melisensi teknologi itu pada sebuah perusahaan JEpang, yang memproduksinya dalam warna merah muda dan menjualnya secara local dengan nama G-Force seharga 2000 dolar AS. Pada 1989, produk ini menghasilkan sebuah sensasi pernyataan melek teknologi. Dyson lalu menegosiasikan serangkaian perjanjian lisensi dengan beberapa perusahaan Amerika, yang nyaris saja membangkrutkannya karena pertarungan-pertarungan hukum yang mahal. Tapi pada akhirnya, cukup banyak versi mesin buatanya yang berhasil memasuki pasar sehingga dia dapat bertahan sampai – dengan peralatan dibiayai oleh Lloyd Bank dan penjualan G-Force – dia mulai menjual mesin penyedot debu atas namanya sendiri di Inggris.

Dia meluncurkan Dyson DC-01 pada Januari 1993, membungkus teknologinya dalam kemasan kuning dan abu-abu, dengan silinder plastik tembus pandang, sehingga Anda dapat melihat debu tersedot masuk. Orang mengira dia gila karena beberapa alas an. Idenya tentang oenyedot debu tanpa kantong adalah sebuah pertaruhan. Rencananya untuk menyaingi perusahaan- perusahaan multinasional adalah lebodohan. Para ahli pemasaran yang melihat mesin tersebut bersumpah bahwa konsumen akan jijik melihat debu yang berputar-putar itu. (Dyson dengan tepatnya berpendapatnya bahwa orang justru akan terpesona.) Dan harganya yang hamper mencapainya 350 dolar AS – dua kali lipat dari harga model konvensional – benar-benar menggelikan. Tapi Dyson pun menjadi penjual penyedot debu tercepat dalam sejarah Inggris.

Dengan tampilannya yang flamboyant, mesin ini tampak lebih seksi daripada saingannya di pasaran. Pendekatannya yang inovatif merupakan pemicu yang tepat bagi pasar yang semakin melek teknologi. Untuk pertama kalinya sebuah peralatan rumah tangga dibuat menarik bagi kaum pria. Kampanye iklannya tidaklah terlalu canggih – dari semua keunggulan mesin itu, kalimat yang diiklannkan hanyalah bahwa mesin ini tidak memakai kantong. “Anda tidak akan dapat menjual lebih dari satu pesan oada sekali kesempatan, atau Anda akan kehilangan kepercayaan konsumen Anda,” papar Dyson dalam autobiografinya, Against the Odds. “Kami harus menekankan – tanpa keraguan – bahwa mesin kami mengatasi sebuah masalah yang diderita sistem-sistem lainnya.”

Secara mendadak, pilihan bagi para pembeli mesin penyedot debu adalah model using atau model radikal – dan konsumen tahu apa yang mereka sukai. Pada Januari 1996, model DC-1 Dyson yang berbentuk vertical menjadi mesin penyedot debu vertikal paling populer, kemudian pada tahun itu juga mesin Dyson diliput dalam acara berita BBC sebagai alat pembersih yang digunakan untuk membersihkan tangga luar Downing Street nomor 10 dalam persiapan kunjungan Presiden Prancis, Franҫois Mitterland. Serangkaian model lain menyusul, dalam beragam warna cerah, mendorong keuntungan tahunan mencapai 173 juta dolar AS pada 2005.

James Dyson kini merupakan salah seorang terkaya di Inggris, dengan kekayaan di atas satu miliar dolar AS. Pada 2003 dia membeli sebuah rumah mewah bergaya Georgia seharga 35 juta dolar AS dengan taman bermain yang dirancang Capability Brown. Dia telah diundang bergabung dengan berbagai dewan desainer dan ditunjuk sebagai penasihat pemerintah dalam bidang manufaktur, sekalipun terjadi skandal saat dia memutuskan memindahkan produksinya ke Malaysia. “Itu agak meresahkan,” katanya mengenai pemindahan itu. “Benar-benar masa yang sulit ketika harus membuat orang menganggur.”

Tapi posisinya masih jauh dari aman. Dia menguasai seratus persen bisnisnya dan menolak menjual sahamnya secuil pun, beralasan risikonya membuatnya tetap waspada. Seseorang yang tanpa kompromi dan melarang pemakain jas dan dasi di perusahaannya (karena percaya bahwa kedua benda itu menghambat kreativitas), dia melewati berbagai pertarungan hukum, pertama untuk mempertahankan patennya, lalu melawan Hoover ketika perusahaan itu meniru rancangannya (dia menang).

Kini dia – setelah melewati sekian banyak kesulitan – berada dalam posisi untuk menjalankan bisnisnya sesuai keinginannya. Dia membelikan kursi ergonomis yang bergaya untuk semua stafnya dan membangun semua meja kerja yang berjumlah 2.875 buah dengan tenaga kerjanya sendiri. Kantin kantor sebenarnya merupakan sebuah delicatessen. Tidak ada dinding-dinding internal dan tidak ada furnitur yang lebih tinggi daripada tiga kaki. Penggunaan memo diharamkan dan orang harus berkomunikasi dengan percakapan. “Kami coba mendorong orang untuk melakukan hal-hal dalam cara yang berbeda,” kata Dyson, yang lebih menyukai karyawan yang baru saja lulus dari sekolah desain.

Dia mengklaim bahwa rangkaian mesin cucinya (yang disebut Counterrotator) sama menggebraknya dengan rancangan “baling-baling ganda” miliknya, dan melekatkan harga yang sesuai. Ada rencana untuk membuat sebuah penyedot debu robotic, yang telah lama dipublikasikan namun belum dipasarkan karena penundaan – model awal akan dijual seharga 2.700 dolar AS di toko-toko, sehingga Dyson memerintahkan untuk dibuat ulang agar harganya lebih terjangkau. Dan ketimbang memakai teknologi robotiknya dari luar, Dyson memperkerjakan para lulusan untuk mengembangkan system mereka sendiri. Ada sekitar seribu paten Dyson dan desain-desain lain yang tak terhitung jumlahnya yang masih dalam pertimbangan (dan masih disimpan rapi).

Rencananya adalah membuat Dyson sebagai sebuah merek global, yang bersinonim dengan produk-produk inovatif dengan harga premium. Tahap pertama – pasar Inggris – telah rampung. Tahap kedua, menaklukkanAS, tengah berjalan dengan tingkat penjualan penyedot debu yang kuat sejak 2002, dan Dyson juga digemari di Australia, Jepang, dan Prancis. Tahap ketiga, membuat Dyson menjadi terkenal di setiap rumah di seluruh dunia, tampaknya hanya soal waktu. Pada November 2006, James Dyson menghadiahkan dirinya sebuat payout sebesar 61,5 juta dolar AS, sebuah pembayaran yang dipercayanya merupakan sebuah imbalan untuk semua kerja kerasnya selama bertahun-tahun.

Sumber: 100 Great Business Ideas

No comments:

Post a Comment